Rabu, 14 Oktober 2015

NEGARA BERKEADABAN DAN HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA




PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA BERKEADABAN DAN HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA



Disusun oleh:
Adilah Izzah Bilqisti
Afifah Felayati Bakhrudin
Aprilia Nur Azizah
Asykurotun Ni’mah
Chafidzatul Mustaqimah
Dzakia War’ana











 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MASJID SYUHADA
YOGYAKARTA
2015



KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah meringankan segala sesuatu yang terlihat berat pada awalnya, sehingga makalah yang berjudul “Negara yang Berkeadaban dan Hubungan Negara dengan Agama” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
            Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca akan sangat membantu agar kami bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Dan diatas segala kekurangan yang ada pada makalah ini, kami berharap semoga dapat diambil manfaatnya, baik oleh penulis sendiri maupun oleh pembaca sekalian. Aamiin.

                                                                                                                       

Sleman, 8 Oktober 2015





















BAB I



PENDAHULUAN







A. Latar Belakang



          Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan perangkat yang menjadi ikatan kebersamaan dan menjadi wadah agar manusia dapat menjalankan kehidupan dengan baik. Keberadaan suatu institusi yang bernama negara tidak dapat dielakkan. Negara diharapkan mampu  menjadi wadah bagi segala aturan hidup dalam kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia harus hidup dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi agar tidak terjadi konflik dalam hidup bermasyarakat, serta jauh dari sengketa dan dapat terwujud perdamaian. Maka keberadaan negara menjadi faktor penting dalam kehidupan manusia.



  Masyarakat tentu mempunyai beragam kepentingan. Dan negara berfungsi mengatur dan mengorganisir kepentingan-kepentingan tersebut agar tercipta sebuah harmoni sosial. Warga negara berperan penting dalam membangun negara yang berkedaulatan, beradab dan negara yang damai. Setiap warga negara harus mengontrol setiap proses penyelenggaraan negara agar dapat terwujud kesejahteraan bersama.



Posisi warga negara terhadap negara bukanlah posisi yang harus selalu tunduk dan pasrah. Warga negara memiliki wewenang penting dan daya tawar terhadap negara untuk selalu dan terus mengontrol proses penyelenggaraan negara agar tetap sesuai dengan konstitusi dan undang – undang yang berlaku. Melalui pemilihan umum dan kebebasan berserikat dan berpendapat, setiap negara dijamin secara hukum untuk dapat mengoreksi dan mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berpihak pada kepentingan publik bukan individu atau kelompok tertentu. Dengan kata lain, peran penting yang melekat pada warga negara adalah usahanya untuk selalu menjadi kontrol dalam setiap proses penyelenggaraan negara agar tetap konsisten pada tujuan utama berdirinya negara, yakni meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.



Di sisi lain, setiap individu dalam suatu negara selalu berinteraksi antara yang satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan dengan berpedoman kepada tata aturan yang kuat. Dalam hal ini agama berperan mengatur kehidupan masyarakat sehingga mereka bisa hidup berdampingan dan saling membutuhkan. Begitu pula dengan negara yang merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah memberikan tata aturan kepada masyarakat dengan membentuk satu tujuan bersama.







Agama dan negara memang tidak bisa dipisahkan dengan masyarakat karena untuk mewujudkan cita-cita bersama masyarakat perlu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan negara sehingga menuntut masyarakat mendalami apa itu agama dan apa itu negara dalam segala peran dan fungsinya terlebih di zaman yang serba modern ini.







B. Rumusan Masalah



            1. Apa konsep dasar tentang Negara?



            2. Bagaimanakah teori terbentuknya Negara?



            3. Apa saja bentuk-bentuk Negara?



            4. Bagaimana hubungan antara Negara dengan agama?







C. Tujuan



          1. Untuk mengetahui konsep dasar Negara.



            2. Untuk memahami teori-teori terbentuknya Negara.          



3. Untuk mengetahui apa saja be ntuk-bentuk Negara.



4. Untuk memahami hubungan antara Negara dengan agama.







































































BAB II



PEMBAHASAN







A. Konsep Dasar  Tentang Negara



a. Pengertian Negara



            Istilah negara merupakan terjemahan dari beberapa kata asing : state (Inggris), staat(Belanda dan Jerman) atau etat (Prancis) .Kata-kata tersebut berasal dari bahasa latinstatus atau statum yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.



Secara terminologi, negara berarti organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah negara berdaulat yang pada dasarnya memiliki masyarakat, wilayah dan pemerintahan yang berdaulat.



Menurut Harold J.Laski negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Sedangkan menurut Roger H.Soltau negara identik dengan hak dan wewenang.[1] Wewenang (authority) ini digunakan untuk mengatur dan mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Menurut Max weber negara merupakan sebuah masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Sejalan dengan pandangan ini, Robert M.Mac Iver mengungkapkan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah melalui sebuah sistem hukum yang diselenggarakan oleh sebuah pemerintah dengan maksud memberikan wewenang untuk memaksa.[2]







b. Tujuan Negara



     Sebagai suatu institusi yang menjadi wadah bagi kehidupan manusia, negara harus memiliki tujuan yang harus disepakati oleh seluruh warga negara. Adapun tujuan-tujuan tersebut antara lain :



1.    Memperluas kekuasaan



2.    Menyelenggarakan ketertiban umum



3.    Mencapai kesejahteraan umum



Dalam konsep dan ajaran Plato tujuan adanya negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan dan sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut Thomas Aquinas dan Agustinus tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan. Pemimpin negara menjalankan kekuasaannya hanya berdasarkan kekuasaan Tuhan yang diberikan kepadanya.[3]



     Menurut Ibnu Arabi tujuan negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing. Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat.



     Dalam konsep negara hukum tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum dengan berdasarkan dan berpedoman kepada aturan-aturan hukum yang ada. Segala kekuasaan dari alat-alat pemerintahan dalam negara hukum didasarkan atas hukum, semua orang harus patuh terhadap hukum karena hukumlah yang berkuasa dalam negara itu.



      Dalam konteks negara Indonesia,tujuan negara telah tercantum dalam pembukaan undang –undang dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Selain itu, dalam penjelasannya ditetapkan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaas), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).[4]



     Berdasarkan pembukaan dan penjelasan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia merupakan negara hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu masyarakat adil dan makmur.Bangsa Indonesia harus bersama-sama mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, agar tercipta negara Indonesia yang aman dan sejahtera.Dalam mewujudkan tujuan tersebut setiap elemen-elemen negara harus saling mendukung agar tidak terjadi konflik yang dapat merusak keutuhan negara Indonesia sebagai negara hukum.







c. Unsur-unsur Negara



1. Rakyat



Yaitu  sekumpulan  manusia  yang  dipersatukan  oleh  suatu  rasa  persamaan  dan  bersama-sama  mendiami  suatu  wilayah  tertentu.



2. Wilayah



Yaitu  unsur  negara  yang  harus  terpenuhi  karena  tidak  mungkin  ada  negara tanpa  ada  batas-batas  teritorial  yang  jelas.  Dalam  konsep  negara  modern masing-masing batas  wilayah  tersebut  diatur  dalam  perjanjian  dan perundang-undangan  internasional.



3. Pemerintah



Yaitu  kelengkapan  negara   yang  bertugas  memimpin  organisasi  negara  untuk mencapai  tujuan  bersama  didirikannya  sebuah  negara.



Pemerintahan  secara  umum  terbagi  atas  2  bentuk  yaitu  parlementer  dan presidentil.  Negara  dengan   sistem  presidentil  biasanya  berbentuk  republik dengan presiden  sebagai  kepala  negara  sekaligus  kepala pemerintahan.  Negara  dengan  sistem parlementer mempunyai  presiden  sebagai  kepala  negara  dan  perdana  mentri  sebagai kepala  pemerintahan.



4. Pengakuan Negara Lain



     Berdasarkan  teori  deklaratif,  jika  suatu  masyarakat  politik  telah  memiliki  3 unsur  pokok  negara,  maka  dengan  sendirinya  telah   menjadi  sebuah  negara, yang  karenanya  patut  diberlakukan  sebagai  negara  yang  berdaulat  penuh. Teori  konstitutif  berpendirian  bahwa  betapapun  unsur-unsur  utama  negara telah  dimiliki  oleh  suatu  masyarakat  politik  namun  tidaklah  secara  otomatis diterima  sebagai  negara  di  tengah-tengah  masyarakat  internasional.



          Ada  dua  macam  pengakuan  atas  suatu  negara,  yakni  pengakuan  de facto  dan  de jure.  Pengakuan de facto  ialah  pengakuan  atas  fakta  adanya  negara sedangkan  pengakuan  de jure  merupakan  pengakuan  akan  sahnya  suatu negara  atas  dasar  pertimbangan  yuridis  menurut hukum.







B. Teori Tentang Terbentuknya Negara



          Ada beberapa teori yang berusaha menjelaskan bagaimana sebuah negara bisa terbentuk, diantaranya:



1. Teori Alamiah



Teori alamiah menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena kebutuhan manusia untuk aktualisasi kemanusiaannya. Negara adalah wadah tertinggi untuk aktualisasi manusia. Oleh karena itu manusia bisa sempurna hanya bila mereka berperan dalam suatu negara.                   



2. Teori Kontrak Sosial



Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena anggota masyarakat mengadakan kontrak sosial untuk membentuk negara. Dalam teori ini, sumber kewenangan adalah masyarakat itu sendiri.



3. Teori Ketuhanan



            Teori ketuhanan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena diciptakan oleh Tuhan.Penguasa atau pemerintah suatu negara ditunjuk atau ditentukan oleh Tuhan, sehingga walau pun penguasa atau pemerintah mempunyai kewenangan, sumber kewenangan tetap adalah Tuhan. Oleh karena sumber kewenangan adalah Tuhan, penguasa atau pemerintah bertanggungjawab kepada Tuhan.



4. Teori Kekuatan



            Teori kekuatan menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia. Yang kuat dan mampu menguasai yang lain membentuk negara dan memaksakan haknya untuk menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan dalam teori ini adalah kekuatan itu sendiri, karena kekuatan itu yang membenarkan kekuasaan dan kewenangan.
            Walaupun banyak para pakar yang mencetuskan teori-teori baru mengenai pembentukan sebuah negara, tetapi pada intinya adalah teori kontrak sosial-lah yang paling baik dan sesuai (relevan) dengan kondisi masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya manusialah yang menciptakan sebuah sistem dan menjalankan sistem tersebut. Jadi, manusia mempunyai kekuasaan penuh untuk mengoperasionalkan sebuah sistem sesuai dengan keinginannya.







C. Bentuk – Bentuk Negara  



1)   Negara kesatuan



Bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat dengan suatu pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam pelaksanaannya negara kesatuan ini dibagi ke dalam 2 macam sistem pemerintahan, yaitu :



a.     Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi



Merupakan sistem pemerintahan yang langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya menjalankan kebijakan pemerintah pusat.



b.    Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi



Merupakan sistem yang memberikan kesempatan dan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengurus urusan pemerintah di wilayah nya sendiri







2)  Negara Serikat



Bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat.Bentuk negara ini dapat digolongkan kepada 3 kelompok :



a.     Monarki



Adalah bentuk pemerintahan yang dikepalai oleh raja atau ratu. Monarki terbagi 2 yaitu monarki absolut dan monarki konstitusional. Monarki absolut adalah pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi ditangan satu orang raja atau ratu, contoh negaranya adalah Arab Saudi. Monarki konstitusional adalah pemerintahan dengan kekuasaan kepala negaranya dibatasi oleh ketentuan konstitusi negara,contohnya Inggris, Jepang,dll.



b.    Oligarki



Adalah bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.



c.     Demokrasi



Adalah bentuk pemerintahan yang bersandar pada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme pemilihan umum yang berlangsung secara langsung, umum, bebas, jujur, aman dan adil.







D. Hubungan Antara Negara dan Agama



          Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli.



Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan Tuhannya.



Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.



Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia. Masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan. Berikut kami uraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham:



Ø  Paradigma Integralistik



Merupakan paham yang menganggap bahwa agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga negara.



Ø  Paradigma simbiotik



Merupakan paham yang menganggap bahwa hubungan agama dan Negara dipahami saling membutuhkan dan bersifat timbal balik. Dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya, negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan moral, etika dan spiritualitas.



Ø  Paradigma Sekularistik



Paham yang beranggapan bahwaa ada pemisahan (disparitas) antara agama dan Negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sam lain memiliki garapan bidangnya masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi.







E. Hubungan Antara Agama dengan Kehidupan



          Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia, agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Berbicara mengenai hubngan agama dan negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas. Penyebabnya bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi karena persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli.



Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua,yaitu:



·      Hubungan Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik . Maksud hubungan antagonistic adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah pada masa kemerdekaan dan sampai pada masa revolusi politik Islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutkan Negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan Nasionalis. Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik minoritas atau outsider.



Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan sebuah sintesis yang memungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an, kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru ( kurang lebih pada 1967-1987). Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul- betul mencurigai Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.



·       Hubungan Agama dan Negara yang bersifat Akomodatif. Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik ( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah menyadari bahwa umat Islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga Negara mengakomodasi Islam. Jika Islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam. Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda diantaranya :  Struktural, yaitu dengan semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke dalam Negara.  Legislatif , misalnya disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan Islam.































































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Berdasarkan pemaparan yang telah diuraikan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana agama itu berhubungan dengan persoalan – persoalan Negara. Model sekularisasi yang dipraktekan di Eropa dan Amerika belum tentu sesuai untuk konteks Indonesia, bukan saja karena alasan sejarah yang berbeda namun kultur dan preferensi masyarakat Indonesia yang memiliki perbedaan – perbedaan. Indonesia adalah negara yang secara konstitusional bukan Negara islam ataupun Negara agama, tetapi tidak dapat disangkal bahwa sejak berdirinya hingga saat ini, agama khusunya islam memiliki andil dan peran penting dalam membentuk karakter Indonesia sebagai Negara bangsa.
Hubungan agama dan negara di Indonesia lebih menganut pada asa keseimbangan yang dinamis, jalan tengah antara sekularisme dan teokrasi. Keseimnbangan dinamis adalah tidak ada pemisahan agama dan politik Namun masing – masing dapat saling mengisi dengan segala peranannya.  Agama tetap memiliki daya kritis terhadap Negara dan Negara punya kewajiban – kewajiban terhadap agama. Dengan kata lain, pola hubungan agama dan Negara di Indonesia menganut apa yang sering disebut banyak kalangan sebagai sebbagai hubungan mutualisme-simbiotik. 
            Negara dan warga negara mempunyai hubungan timbal balik yang harus dijalankan secara selaras. Warga negara harus menjalankan aturan-aturan yang ada di negara agar tercipta suatu negara yang harmonis.Sebaliknya, negara berkewajiban melindungi hak-hak warganya dan memenuhi segala kebutuhan warganya agar warga negara dapat hidup layak dan sejahtera.

B. Kritik dan Saran
          Pancasila sila ke-1 dan ke-2,






DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. 2004. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hidayat, Komaruddin dan Azyumardi Azra.2006. Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN Syarifhidayatullah.
http://www.academia.edu/8338293/Hubungan_Agama_dan_Negara
http://www.slideshare.net/Had1z/hubungan-agama-dan-negara
http://prasszhenth.blogspot.co.id/2011/11/membangun-negara-berkeadaban.html



[1] Budiyanto,Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas X,(Jakarta:Erlangga,2006),hal.6
[2] Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat,Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,(Jakarta:ICCE UIN Syarifhidayatullah,2006),cet III,hal.24

[3] Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat...,hal.25
[4] Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat...,hal.26

1 komentar:

  1. Spinning the Titanium belly button rings
    Spinning the titanium or ceramic flat iron Titanium titanium industries belly button rings. The titanium white ring-like rings are an titanium camping cookware important characteristic of the ring, as they keep the shape of the titanium nitride coating service near me

    BalasHapus