PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
NEGARA BERKEADABAN DAN HUBUNGAN NEGARA DENGAN AGAMA
Disusun oleh:
Adilah Izzah Bilqisti
Afifah Felayati Bakhrudin
Aprilia
Nur Azizah
Asykurotun Ni’mah
Chafidzatul Mustaqimah
Dzakia War’ana
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MASJID SYUHADA
YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
meringankan segala sesuatu yang terlihat berat pada awalnya, sehingga makalah
yang berjudul “Negara yang Berkeadaban dan Hubungan Negara dengan Agama” ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Kami sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca akan
sangat membantu agar kami bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Dan
diatas segala kekurangan yang ada pada makalah ini, kami berharap semoga dapat
diambil manfaatnya, baik oleh penulis sendiri maupun oleh pembaca sekalian.
Aamiin.
Sleman, 8 Oktober 2015
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan
perangkat yang menjadi ikatan kebersamaan dan menjadi wadah agar manusia dapat
menjalankan kehidupan dengan baik. Keberadaan suatu institusi yang bernama
negara tidak dapat dielakkan. Negara diharapkan mampu menjadi wadah
bagi segala aturan hidup dalam kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Dalam
hidup bermasyarakat, manusia harus hidup dengan aturan-aturan yang harus
dipatuhi agar tidak terjadi konflik dalam hidup bermasyarakat, serta jauh dari
sengketa dan dapat terwujud perdamaian. Maka keberadaan negara menjadi faktor
penting dalam kehidupan manusia.
Masyarakat
tentu mempunyai beragam kepentingan. Dan negara berfungsi mengatur dan
mengorganisir kepentingan-kepentingan tersebut agar tercipta sebuah harmoni
sosial. Warga negara berperan penting dalam membangun negara yang
berkedaulatan, beradab dan negara yang damai. Setiap warga negara harus
mengontrol setiap proses penyelenggaraan negara agar dapat terwujud
kesejahteraan bersama.
Posisi warga negara
terhadap negara bukanlah posisi yang harus selalu tunduk dan pasrah. Warga negara
memiliki wewenang penting dan daya tawar terhadap negara untuk selalu dan terus
mengontrol proses penyelenggaraan negara agar tetap sesuai dengan konstitusi
dan undang – undang yang berlaku. Melalui pemilihan umum dan kebebasan berserikat
dan berpendapat, setiap negara dijamin secara hukum untuk dapat mengoreksi dan
mengawasi jalannya pemerintahan agar tetap berpihak pada kepentingan publik
bukan individu atau kelompok tertentu. Dengan kata lain, peran penting yang
melekat pada warga negara adalah usahanya untuk selalu menjadi kontrol dalam setiap
proses penyelenggaraan negara agar tetap konsisten pada tujuan utama berdirinya
negara, yakni meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Di sisi lain, setiap individu dalam suatu negara selalu berinteraksi antara
yang satu dengan yang lain membentuk satu kesatuan dengan berpedoman kepada
tata aturan yang kuat. Dalam hal ini agama berperan mengatur kehidupan
masyarakat sehingga mereka bisa hidup berdampingan dan saling membutuhkan.
Begitu pula dengan negara yang merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah
memberikan tata aturan kepada masyarakat dengan membentuk satu tujuan bersama.
Agama dan negara memang tidak bisa
dipisahkan dengan masyarakat karena untuk mewujudkan cita-cita bersama
masyarakat perlu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam agama dan negara sehingga
menuntut masyarakat mendalami apa itu agama dan apa itu negara dalam segala
peran dan fungsinya terlebih di zaman yang serba modern ini.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa konsep dasar tentang Negara?
2. Bagaimanakah teori terbentuknya
Negara?
3. Apa saja bentuk-bentuk Negara?
4. Bagaimana hubungan antara Negara
dengan agama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar Negara.
2. Untuk memahami teori-teori
terbentuknya Negara.
3.
Untuk mengetahui apa saja be ntuk-bentuk Negara.
4.
Untuk memahami hubungan antara Negara dengan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Tentang
Negara
a. Pengertian Negara
Istilah negara merupakan terjemahan dari
beberapa kata asing : state (Inggris), staat(Belanda
dan Jerman) atau etat (Prancis) .Kata-kata tersebut berasal
dari bahasa latinstatus atau statum yang berarti
keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak
dan tetap.
Secara terminologi,
negara berarti organisasi tertinggi diantara satu kelompok masyarakat yang
mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat.Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari
sebuah negara berdaulat yang pada dasarnya memiliki masyarakat, wilayah dan
pemerintahan yang berdaulat.
Menurut Harold J.Laski
negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang
yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari individu atau
kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Sedangkan menurut Roger
H.Soltau negara identik dengan hak dan wewenang.[1] Wewenang (authority) ini
digunakan untuk mengatur dan mengendalikan persoalan bersama atas nama
masyarakat. Menurut Max weber negara merupakan sebuah masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Sejalan
dengan pandangan ini, Robert M.Mac Iver mengungkapkan bahwa negara adalah
asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah
melalui sebuah sistem hukum yang diselenggarakan oleh sebuah pemerintah dengan
maksud memberikan wewenang untuk memaksa.[2]
b. Tujuan Negara
Sebagai suatu institusi yang menjadi wadah
bagi kehidupan manusia, negara harus memiliki tujuan yang harus disepakati oleh
seluruh warga negara. Adapun tujuan-tujuan tersebut antara lain :
1. Memperluas kekuasaan
2. Menyelenggarakan
ketertiban umum
3. Mencapai kesejahteraan
umum
Dalam konsep dan
ajaran Plato tujuan adanya negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia,
sebagai perseorangan dan sebagai makhluk sosial. Sedangkan menurut Thomas
Aquinas dan Agustinus tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan
kehidupan aman dan tenteram dengan taat kepada dan dibawah pimpinan Tuhan. Pemimpin
negara menjalankan kekuasaannya hanya berdasarkan kekuasaan Tuhan yang
diberikan kepadanya.[3]
Menurut
Ibnu Arabi tujuan negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya
dengan baik, jauh dari sengketa dan menjaga intervensi pihak-pihak asing. Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan
agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat.
Dalam
konsep negara hukum tujuan negara adalah menyelenggarakan ketertiban hukum
dengan berdasarkan dan berpedoman kepada aturan-aturan hukum yang ada. Segala
kekuasaan dari alat-alat pemerintahan dalam negara hukum didasarkan atas hukum,
semua orang harus patuh terhadap hukum karena hukumlah yang berkuasa dalam
negara itu.
Dalam
konteks negara Indonesia,tujuan negara telah tercantum dalam pembukaan undang
–undang dasar 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.Selain itu, dalam penjelasannya ditetapkan
bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaas), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).[4]
Berdasarkan
pembukaan dan penjelasan UUD 1945 tersebut, negara Indonesia merupakan negara
hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, membentuk suatu
masyarakat adil dan makmur.Bangsa Indonesia harus bersama-sama mewujudkan
tujuan-tujuan tersebut, agar tercipta negara Indonesia yang aman dan
sejahtera.Dalam mewujudkan tujuan tersebut setiap elemen-elemen negara harus
saling mendukung agar tidak terjadi konflik yang dapat merusak keutuhan negara
Indonesia sebagai negara hukum.
c.
Unsur-unsur Negara
1. Rakyat
Yaitu sekumpulan manusia yang
dipersatukan oleh suatu rasa persamaan dan
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu.
2. Wilayah
Yaitu unsur negara yang harus
terpenuhi karena tidak mungkin ada negara
tanpa ada batas-batas teritorial yang jelas.
Dalam konsep negara modern masing-masing batas
wilayah tersebut diatur dalam perjanjian
dan perundang-undangan internasional.
3. Pemerintah
Yaitu kelengkapan negara yang
bertugas memimpin organisasi negara untuk
mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah
negara.
Pemerintahan
secara umum terbagi atas 2 bentuk
yaitu parlementer dan presidentil. Negara
dengan sistem presidentil biasanya
berbentuk republik dengan presiden sebagai kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Negara
dengan sistem parlementer mempunyai presiden sebagai
kepala negara dan perdana mentri sebagai
kepala pemerintahan.
4. Pengakuan
Negara Lain
Berdasarkan teori
deklaratif, jika suatu masyarakat politik
telah memiliki 3 unsur pokok negara, maka
dengan sendirinya telah menjadi sebuah
negara, yang karenanya patut diberlakukan sebagai
negara yang berdaulat penuh. Teori konstitutif
berpendirian bahwa betapapun unsur-unsur utama
negara telah dimiliki oleh suatu masyarakat
politik namun tidaklah secara otomatis diterima
sebagai negara di tengah-tengah masyarakat
internasional.
Ada dua macam pengakuan atas suatu
negara, yakni pengakuan de facto dan
de jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan
atas fakta adanya negara sedangkan pengakuan
de jure merupakan pengakuan akan sahnya
suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis
menurut hukum.
B. Teori
Tentang Terbentuknya Negara
Ada beberapa
teori yang berusaha menjelaskan bagaimana sebuah negara bisa terbentuk,
diantaranya:
1. Teori Alamiah
Teori
alamiah menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah karena kebutuhan manusia
untuk aktualisasi kemanusiaannya. Negara adalah wadah tertinggi untuk
aktualisasi manusia. Oleh karena itu manusia bisa sempurna hanya bila mereka
berperan dalam suatu negara.
2. Teori Kontrak Sosial
Teori kontrak sosial menjelaskan bahwa terbentuknya negara adalah
karena anggota masyarakat mengadakan kontrak sosial untuk membentuk negara.
Dalam teori ini, sumber kewenangan adalah masyarakat itu sendiri.
3.
Teori Ketuhanan
Teori ketuhanan menjelaskan bahwa
terbentuknya negara adalah karena diciptakan oleh Tuhan.Penguasa atau
pemerintah suatu negara ditunjuk atau ditentukan oleh Tuhan, sehingga walau pun
penguasa atau pemerintah mempunyai kewenangan, sumber kewenangan tetap adalah
Tuhan. Oleh karena sumber kewenangan adalah Tuhan, penguasa atau pemerintah
bertanggungjawab kepada Tuhan.
4.
Teori Kekuatan
Teori kekuatan menjelaskan bahwa
terbentuknya negara adalah karena hasil penaklukan dan kekerasan antarmanusia.
Yang kuat dan mampu menguasai yang lain membentuk negara dan memaksakan haknya
untuk menguasai dan memerintah negara. Sumber kewenangan dalam teori ini adalah
kekuatan itu sendiri, karena kekuatan itu yang membenarkan kekuasaan dan
kewenangan.
Walaupun banyak para pakar yang mencetuskan teori-teori baru mengenai pembentukan sebuah negara, tetapi pada intinya adalah teori kontrak sosial-lah yang paling baik dan sesuai (relevan) dengan kondisi masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya manusialah yang menciptakan sebuah sistem dan menjalankan sistem tersebut. Jadi, manusia mempunyai kekuasaan penuh untuk mengoperasionalkan sebuah sistem sesuai dengan keinginannya.
Walaupun banyak para pakar yang mencetuskan teori-teori baru mengenai pembentukan sebuah negara, tetapi pada intinya adalah teori kontrak sosial-lah yang paling baik dan sesuai (relevan) dengan kondisi masyarakat pada umumnya. Karena pada hakikatnya manusialah yang menciptakan sebuah sistem dan menjalankan sistem tersebut. Jadi, manusia mempunyai kekuasaan penuh untuk mengoperasionalkan sebuah sistem sesuai dengan keinginannya.
C.
Bentuk – Bentuk Negara
1) Negara
kesatuan
Bentuk suatu negara yang merdeka dan berdaulat dengan suatu
pemerintahan pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Dalam
pelaksanaannya negara kesatuan ini dibagi ke dalam 2 macam sistem pemerintahan,
yaitu :
a. Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi
Merupakan sistem pemerintahan yang
langsung dipimpin oleh pemerintah pusat, sementara pemerintah daerah hanya
menjalankan kebijakan pemerintah pusat.
b. Negara kesatuan dengan sistem
desentralisasi
Merupakan sistem yang memberikan
kesempatan dan kewenangan kepada kepala daerah untuk mengurus urusan pemerintah
di wilayah nya sendiri
2) Negara Serikat
Bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian
dari sebuah negara serikat.Bentuk negara ini dapat digolongkan kepada 3
kelompok :
a. Monarki
Adalah bentuk pemerintahan yang
dikepalai oleh raja atau ratu. Monarki terbagi 2 yaitu monarki absolut dan
monarki konstitusional. Monarki absolut adalah pemerintahan dengan kekuasaan
tertinggi ditangan satu orang raja atau ratu, contoh negaranya adalah Arab
Saudi. Monarki konstitusional adalah pemerintahan dengan kekuasaan kepala
negaranya dibatasi oleh ketentuan konstitusi negara,contohnya Inggris,
Jepang,dll.
b. Oligarki
Adalah bentuk pemerintahan yang
dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok
tertentu.
c. Demokrasi
Adalah bentuk pemerintahan yang
bersandar pada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaannya pada pilihan dan
kehendak rakyat melalui mekanisme pemilihan umum yang berlangsung secara
langsung, umum, bebas, jujur, aman dan adil.
D.
Hubungan Antara Negara dan Agama
Negara dan agama merupakan persoalan yang banyak menimbulkan
perdebatan (discoverese) yang terus berkelanjutan di kalangan para ahli.
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan
bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan
bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan
antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan
manusia dengan Tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan
perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya
Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat
kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu
sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga
negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan
manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian
negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah
pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan
negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia. Masing masing
keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam
kehidupan. Berikut kami
uraikan hubungan agama dan negara menurut beberapa paham:
Ø Paradigma Integralistik
Merupakan paham yang menganggap bahwa
agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Ini juga memberikan pengertian
bahwa negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga negara.
Ø Paradigma simbiotik
Merupakan paham yang
menganggap bahwa hubungan agama dan Negara dipahami saling membutuhkan dan
bersifat timbal balik. Dalam konteks ini, agama membutuhkan negara sebagai
instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama. Begitu juga sebaliknya,
negara juga memerlukan agama, karena agama juga membantu negara dalam pembinaan
moral, etika dan spiritualitas.
Ø Paradigma
Sekularistik
Paham yang beranggapan bahwaa ada pemisahan
(disparitas) antara agama dan Negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk
yang berbeda dan satu sam lain memiliki garapan bidangnya masing-masing,
sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain
melakukan intervensi.
E. Hubungan Antara Agama
dengan Kehidupan
Kehidupan
manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat
Negara. Sedangkan Agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk manusia,
agama merupakan keluhan makhluk tertindas. Berbicara mengenai hubngan agama dan
negara di Indonesia merupakan persoalan yang menarik untuk dibahas. Penyebabnya
bukan karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam tetapi karena
persoalan yang muncul sehingga menjadi perdebatan di kalangan beberapa ahli.
Untuk mengkaji lebih dalam mengenai hal tersebut maka
hubungan agama dan negara dapat digolongkan menjadi dua,yaitu:
·
Hubungan
Agama dan Negara yang Bersifat Antagonistik . Maksud hubungan antagonistic adalah
sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan antar negara dengan Islam
sebagai sebuah agama. Sebagai contohnya adalah pada masa kemerdekaan dan sampai
pada masa revolusi politik Islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang
dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga presepsi tersebut membawa
implikasi keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika
terhadap idiologi politik Islam. Hal itu disebabkan pada tahun 1945 dan dekade
1950-an ada 2 kubu ideologi yang memperebutkan Negara Indonesia, yaitu gerakan
Islam dan Nasionalis. Gerakan Nasionalis dimulai dengan pembentukan sejumlah
kelompok belajar yang bersekolah di Belanda. Mahasiswa hasil didikan belanda
ini sangat berbakat dan merasa terkesan dengan kemajuan teknis di Barat. Pada
waktu itu pengetahuan agama sangat dangkal sehingga mahasiswa cenderung
menganggap bahwa agama tidak mampu menyelesaikan berbagai persoalan. Sehingga
untuk menuju kemerdekaan, nasionalis mengambil jalan tengah dengan mengikuti
tren sekuler barat dan membatasi peran agama dalam wilayah kepercayaan dan
agama individu. Akibatnya, aktivis politik Islam gagal untuk menjadikan Islam
sebagai ideologi atau agama negara pada 1945 serta pada dekade 1950-an, mereka
juga sering disebut sebagai kelompok yang secara politik minoritas atau
outsider.
Di Indonesia, akar antagonisme hubungan politik antara Islam
dan negara tak dapat dilepaskan dari konteks kecenderungan pemahaman keagamaan
yang berbeda. Awal hubungan yang antagonistik ini dapat ditelusuri dari masa
pergerakan kebangsaan ketika elit politik nasional terlibat dalam perdebatan
tentang kedudukan Islam di alam Indonesia merdeka. Upaya untuk menciptakan
sebuah sintesis yang memungkinkan antara Islam dan negara terus bergulir hingga
periode kemerdekaan dan pasca-revolusi. Kendatipun ada upaya-upaya untuk
mencarikan jalan keluar dari ketegangan ini pada awal tahun 1970-an,
kecenderungan legalistik, formalistik dan simbolistik itu masih berkembang pada
sebagian aktivis Islam pada dua dasawarsa pertama pemerintahan Orde Baru (
kurang lebih pada 1967-1987). Hubungan agama dan negara pada masa ini dikenal
dengan antagonistik, di mana negara betul- betul mencurigai Islam sebagai
kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam
sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk
mewujudkan Islam sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan.
· Hubungan Agama dan Negara yang
bersifat Akomodatif. Maksud hubungan akomodatif adalah sifat hubungan dimana
negara dan agama satu sama lain saling mengisi bahkan ada kecenderungan
memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik ( M. imam Aziz et.al.,1993: 105). Pemerintah
menyadari bahwa umat Islam merupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga
Negara mengakomodasi Islam. Jika Islam ditempatkan sebagai out-side Negara maka
konflik akan sulit dihindari yang akhirnya akan mempengaruhi NKRI. Sejak
pertengahan tahun 1980-an, ada indikasi bahwa hubungan antara Islam dan negara
mulai mencair, menjadi lebih akomodatif dan integratif. Hal ini ditandai dengan
semakin dilonggarkannya wacana politik Islam serta dirumuskannya sejumlah
kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian (besar) masyarakat Islam.
Kebijakan-kebijakan itu berspektrum luas dan memiliki sifat yang berbeda
diantaranya : Struktural, yaitu dengan
semakin terbukanya kesempatan bagi para aktivis Islam untuk terintegrasikan ke
dalam Negara. Legislatif , misalnya
disahkannya sejumlah undang-undang yang dinilai akomodatif terhadap kepentingan
Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan yang telah diuraikan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa hal
penting yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana agama itu berhubungan
dengan persoalan – persoalan Negara. Model sekularisasi yang dipraktekan di
Eropa dan Amerika belum tentu sesuai untuk konteks Indonesia, bukan saja karena
alasan sejarah yang berbeda namun kultur dan preferensi masyarakat Indonesia
yang memiliki perbedaan – perbedaan. Indonesia adalah negara yang secara
konstitusional bukan Negara islam ataupun Negara agama, tetapi tidak dapat
disangkal bahwa sejak berdirinya hingga saat ini, agama khusunya islam memiliki
andil dan peran penting dalam membentuk karakter Indonesia sebagai Negara
bangsa.
Hubungan agama dan negara di Indonesia lebih
menganut pada asa keseimbangan yang dinamis, jalan tengah antara sekularisme
dan teokrasi. Keseimnbangan dinamis adalah tidak ada pemisahan agama dan
politik Namun masing – masing dapat saling mengisi dengan segala
peranannya. Agama tetap memiliki daya
kritis terhadap Negara dan Negara punya kewajiban – kewajiban terhadap agama.
Dengan kata lain, pola hubungan agama dan Negara di Indonesia menganut apa yang
sering disebut banyak kalangan sebagai sebbagai hubungan
mutualisme-simbiotik.
Negara
dan warga negara mempunyai hubungan timbal balik yang harus dijalankan secara
selaras. Warga negara harus menjalankan aturan-aturan yang ada di negara agar
tercipta suatu negara yang harmonis.Sebaliknya, negara berkewajiban melindungi
hak-hak warganya dan memenuhi segala kebutuhan warganya agar warga negara dapat
hidup layak dan sejahtera.
B. Kritik dan Saran
Pancasila sila
ke-1 dan ke-2,
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2004. Dasar-dasar Ilmu
Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Hidayat, Komaruddin dan Azyumardi
Azra.2006. Demokrasi,Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta
: ICCE UIN Syarifhidayatullah.
http://www.academia.edu/8338293/Hubungan_Agama_dan_Negara
http://www.slideshare.net/Had1z/hubungan-agama-dan-negara
http://prasszhenth.blogspot.co.id/2011/11/membangun-negara-berkeadaban.html
Spinning the Titanium belly button rings
BalasHapusSpinning the titanium or ceramic flat iron Titanium titanium industries belly button rings. The titanium white ring-like rings are an titanium camping cookware important characteristic of the ring, as they keep the shape of the titanium nitride coating service near me