Rabu, 14 Oktober 2015

Sejarah Studi Islam di Indonesia



KATA PENGANTAR

            Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat yang telah memberi begitu banyak nikmat, juga yang telah memudahkan setiap langkah kami dalam menyusun makalah berjudul “Sejarah Studi Islam di Indonesia” ini.
            Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharap kritik serta saran dari para pembaca agar ke depannya kami bisa menghasilkan karya yang lebih baik lagi.

                                                                                                            Sleman, 14 Oktober 2015























BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
      Indonesia, negara yang terkenal akan kekayaan sumber daya alamnya. Tanahnya yang subur hingga mendapat julukan ‘tanah surga’ serta letaknya yang geografis mengundang banyak perhatian negara lain. Banyak dari mereka yang berdatangan dengan tujuan berbeda-beda. Mulai dari sekedar berkunjung, hasrat untuk menguasai (menjajah), hingga beberapa yang membawa ajaran agama baru.  
Salah satu agama yang sampai ke Indonesia adalah Islam. Agama yang lahir dan berkembang di Tanah Arab ini disebarkan oleh Nabi Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu yang hidup dalam keadaan moral  rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela. 
            Setelah berbagai rintangan dalam menyiarkan agama dapat teratasi, akhirnya Islampun dapat menyebar hingga berbagai belahan dunia bersamaan dengan mulai berkembangnya ilmu pengetahuan. Hal ini menyebabkan banyak ilmuan yang memulai kajian tentang keislaman (studi keislaman).
      Istilah Studi Islam dalam bahasa Inggris adalah Islamic Studies, dan dalam bahasa Arab adalah Dirasat al-Islamiyah. Ditinjau dari sisi pengertian, Studi Islam secra sederhana dimaknai sebagai “kajian islam”. Pengrtian Studi Islam sebagai kajian islam sesungguhnya memiliki cakupan makna dan penertian yang luas.Hal ini wajar adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka yang menafsirkannya.Karena penafsir memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lainnya, baik latar belakang studi, bidang keilmuan, pengalaman, maupun berbagai perbedaan lainnya, maka rumusan dan pemaknaan yang dihasilkannyapun juga akan berbeda.
            Selain itu, kata Studi Islam sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata studi dan kata Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian.Rumusan Lester Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih besar, atau meningkatkan suatu ketrampilan.
    Sementara kata Islam sendiri memiliki arti dan makna yang jauh lebih kompleks. Kata Islam berasal dari kata Aslama yang bararti patuh dan berserah diri. Kata ini berakar pada kata silm yang berarti selamat, sejahtera, dan damai.
    Adapun pengertian Islam secara terminologis sebagaimana yang dirumuskan para ahli ulama dan cendikiawan bersifat sangat beragam tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Salah satu rumusan definisi Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada nabi Muhammad Saw.
    Sedangkan Studi Islam di negara barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang diluar kalangan umat islam.
            Studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. Dikalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-ajaran islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan diluar kalangan umat islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik agama yang berlaku dikalangan umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan. Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.

B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana sejarah masuknya Islam ke Indonesia?
  2. Bagaimana perkembangan studi Islam di  Indonesia?
  3. Siapa saja tokoh yang terlibat dalam pekembangan studi   Islam di Indonesia?

C. Tujuan
  1. Mengetahui sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
  2. Memahami proses berkembangnya studi Islam di  Indonesia
  3. Mengenal tokoh-tokoh yang terlibat dalam pekembangan studi Islam di Indonesia.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia       
            Sejak Islam muncul di Tanah Arab bererapa abad lalu, perkembangannyapun mulai menyebar hingga berbagai belahan dunia. Ajarannya berupa akhlak dan akidah mudah dimengerti oleh masyarakat yang pada umumnya menginginkan adanya perubahan moral manusia.
            Ketika Indonesia mulai dikenal dunia, orang-orang dari negara lainpun berdatangan dengan tujuan yang bermacam. Dari sinilah kemudian Islam mulai berkembang dikalangan masyarakat pribumi. Ada beberapa factor yang menyebabkan cepatnya perkembangan Islam di Indonesia, diantaranya:
a. Ajaran Islam yang menurut masyarakat Indonesia adalah ajaran yang mudah, luwes, dan tidak memberatkan.
b. Sikap masyarakat Indonesia yang ramah, sehingga mereka cepat  beradaptasi dengan ajaran yang baru mereka dapat.
            Sejarah mengatakan, bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan oleh para ulama dan mubaligh.
a. Peranan Kaum Pedagang
Seperti   halnya  penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang memegang peranan penting  dalam proses penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun para
pedagang  Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang  di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama, untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi melalui perkawinan
.          


Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam di daerah  pesisir.
b. Peranan Bandar-bandar di Indonesia
            Bandar merupakan tempat berlabuh kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
            Di bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai.
Dalam perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya pun kemudian banyak memeluk agama Islam.

c. Peranan Para Wali dan Ulama
            Salah satu cara penyebaran agama Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

B. Waktu Masuknya Islam di Indonesia
            Masuknya Islam ke Indonesia menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
Abad ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ialah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah makam keluarga istana Majapahit.
            Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
.           Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah ini disiarkan oleh  ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
Azyumardi Azra berpendapat bahwa ada empat tema pokok yang berkaitan dengan permulaan penyebaran Islam di nusantara. Pertama, Islam dibawa langsung oleh Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru dan penyiar professional. Ketiga, pihak yang mula-mula masuk Islam adalah penguasa. Dan keempat, mayoritas penyebar Islam professional ini datang ke nusantara pada abad ke-12 dan 13.

C. Sejarah Perkembangan Studi Islam di Indonesia
            Studi Islam di Indonesia dimulai dari munculnya lembaga-lembaga serta sistem pendidikan Islam seperti sistem pendidikan langgar, sistem pendidikan pesantren, kemudian berkembang menjadi sistem pendidikan kerajaan  hingga akhirnya tercetuslah sistem kelas.
            Maksud pendidikan dengan sistem langgar adalah pendidikan yang dijalankan di langgar, surau, masjid atau di rumah guru. Kurikulumnya pun bersifat elementer, yakni mempelajari abjad huruf arab. Dengan sistem ini dikelola oleh ‘alim, mudin, lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi tukang baca do’a. pengajaran dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan sorongan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni guru dikelilingi oleh murid-murid.
Adapun sistem pendidikan di pesantren, dimana seorang kyai mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran / pendidikan dan didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal santri. Di pesantren juga berjalan dua cara yakni sorongan dan halaqah. Hanya saja sorongan di pesantren biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab sementara kyai mendengar sekaligus mengoreksi jika ada kesalahan.
            Sistem pengajaran berikutnya adalah pendidikan dikerajaan-kerajaan Islam, yang dimulai dari kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Adapun materi yang diajarkan di majlis ta’limdan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhab asy-Syafi’i.
            Pada akhir abad ke-19 mulai lahir sekolah model Belanda: sekolah Eropa, sekolah Vernahuler. Sekolah  Eropa khusus bagi warga Eropa sedangkan Sekolah Vernahuler adalah sekolah khusus bagi warga negara Belanda. Di samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai sistem yang sama dengan sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah Taman Siswa.
Kemudian, pada  dasawarsa kedua abad ke-20 muncul madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, Jama’at al-Khair, dan lain-lain.      Dan tepatnya pada tahun 1906 organisasi-organisasi tersebut mendirikan beberapa tempet belajar seperti mamba'ul ulum yang didirikan pada 1906 oleh susuhunan pakubuwono, sekolah adabiyah pada 1907 oleh Abdullah ahmad dan lainnya.
Pada level perguruan tinggi dapat digambarkan bahwa berdirinya perguruan tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak zaman kolonial. Pada bulan April 1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh organisasi Islam, ulama, dan cendekiawan. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli 1945 atau tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan Isra’ dan Mi’raj diadakan acara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Dari sinilah sekarang kita mengenal UII, IAIN, UIN, STAIN, dsb.
D. Pendidikan pada Zaman Kerajaan
            Dilaporkan oleh ibnu batutah dalam bukunya Rihlah Ibn Batutah bahwa ketika ia berkunjung ke samudra pasai pada tahun 1354 ia mengikuti raja mengadakan halaqah setelah shalat ju’mat sampai waktu ashar. Dari keterangan itu diduga kerajaan samudra pasai ketika itu sudah merupakan pusat agama islam dan tempat berkumpul ulama-ulama  dari bebagai negara islam untuk berdikusi tentang masalah-masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus.
 Dengan demikian, samudra pasai merupakan tempat studi islam yang paling tua yang dilakukan oleh sebuahkerajaan. Sementara itu, untuk luar kerajaan, halaqah ajaran islam diduga sudah dilakuakan di koloni-koloni tempat pedagang islam  berdatangan di pelabuhan-pelabuhan. Proses halaqah ajaran islam yang dilakukan oleh kerajaan islam diduga dilakukan di mesjid istana bagi anak-anak pembesar negara, di masjid-masjid lain, mengaji di rumah\-rumah guru dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari halaqah semacam itu nanti berkembang menjadi lembaga pendidikan islam.
Setelah kerajaan samudra pasai mundur dalam bidang politik, tradisi pendidikan agama Islam terus berlanjut. Samudra pasai terus berfungsi sebagai pusat studi islam di asia tenggara, walaupun scara politik tidak berpengaruh lagi. Ketika kerajaan islam malaka muncul menjadi pusat kegiatan politik, malaka berkembang juga menjadi pusat studi islam tidak berkurang, bahkan kadang-kadang masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh ulama malaka selain sebagai pusat politik islam, juga giat melaksanakan pengajian dan pendidikan islam. Belum didapatkan data bagaimana pendidikan Islam dilangsungkan. Besar kemungkinan, sebagaimana di samudra pasai, pendidikan islam dilangsungkan di mesjid isatana bagi keluarga pembesar, di mesjid-mesjid, di rumah-rumah, serta surau-surau bagi masyarkat umum.
            Istana juga berfungsi sebagai tempat mudzakarah masalah-masalah ilmu pengetahuan dan sebagai perpustakaan, juga berfungsi sebagai pusat penerjamahan dan penyalinan kitab-kitab, terutama kitab-kitab keislaman. Mata pelajaran yang diberiakan di lembaga-lembaga pendidikan islam dibagi menjadi dua tingkatan:
      a.  Tingkat dasar terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa arab, pengajian alquran, dan ibadah praktis;
b.  Tingkat yang lebih tinggi dengan materi-materi ilmu fiqih, tasawuf, ilmu kalam, dan lain sebagainya.
Banyak ulama mancanegara datang ke Malaka dari afganistan, Malabar, Hindustan, terutama dari arab untuk mengambil peran dalam penyiaran dan pendidikan agama islam. Ulama itu biasanya diberi kedudukan tinggi dalam kerajaan. Para penuntut ilmu berdatangan dari berbagai negara Asia Tenggara. Dari jawa, Sunang Bonang dan Sunang Giri pernah menuntut ilmu ke malaka setelah selesai menjalani pendidikan agama, mereka mendirikan tempat pendidikan islam di tempat masing-masing.
Di kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda juga sangat memerhatikan pengembangan agama dengan mendirikan masjid-masjid seperti masjid Bait al-Rahman di banda aceh dan pusat-pusat pendidikan islam yang disebut dayah. Sultan mengambil ulama sebagai penasihatnya, yang terkenal di antaranya adalah samsuddin al-sumatrani. Tradisi ini dlanjutkan oleh sultan-sultan selanjutnya, sehingga di aceh terdapat ulama-ulama terkenal yang sangat berjasa menyebarkan ilmu pengetahuan islam di Asia tenggara.
Para ulama besar ini banyak berjasa mendirikan lembaga-lembaga pendidikan islam seperti dayah berkembang menjadi semacam perguruan tinggi. Nuruddin al-Raniri dan Abd. Rauf Singkel dan ulama-ulama yang mengajar dilembaga pendidikan ini. Para penuntut ilmu yang datang dari luar aceh belajar kepada mereka seperti syeikh buhanuddin yang berasal dari Ulakan Pariaman Minangkabau. Setelah tamat ia pulang dan mendirikan lembaga pendidikan islam yang disebut surau. Kemajuan pesat lembaga pendidikan di Aceh ini telah menyebabkan orang menjulukinya sebagai “serambi Makkah”.  Murid dari kerajaan lain belajar kepada guru ngajinya masing-masing, kemudian meningkat belajar lebih tinggi di aceh, sesudah itu ke Makkah.
Samudra Pasai, Malaka, dan aceh merupakan pusat-pusat pendidikan dan pengajaran agama islam. Dari sinilah ajaran-ajaran Islam tersebar ke seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulamanya serta murid-murid yang menuntut ilmu ke sana, sebagai mana dengan Giri di jawa timur terhadap daerah-daerah indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan segera berkembang di kerajaan-kerajaan islam. Tema dan isi karya-karya itu sering mirip antara satu dengan yang lain.. Tema dan isi karya-karya itu sering mirip antara satu dengan yang lain. Kerjaan-kerajaan itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang yaitu islam. Hal ini menjadi pendorong menjadi pendorong terjadinya interakasi budaya yang makin erat.
Sistem pengajaran bagi setiap umat Islam, sebagaimana di negeri-negeri Muslim, adalah pengajian alquran. Pada tahap awal lapal bacaan bahasa arab (huruf-huruf hijaiah), sesudah itu menghapal surat-surat pendek (juz’amma) beserta tajwidnya yang diperlukan untuk shalat. Pelajaran lebih lanjut berkenaan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hukum islam (fiqih) dan tasawuf. Yang memberi pelajaran lebih lanjut diberikan oleh seorang ulama besar terutama yang pernah belajar ke Makkah.
Setelah seorang murid dikenalkan dengan beberapa buku pedoman yang bersifat elementer, pada tingkatan lebih lanjut segera diajarkan buku pegangan yang lebih besar. Buku-buu besar itu dibaca kalimat demi kalimat dibawah bimbingan guru: guru membaca satu-dua kalimat dalam bahasa arab, sesudah itu guru menerjamahkan kebahasa melayu ditirukan oleh murid-murid. Murid-murid yang rajin akhirnya memeroleh kemahiran, sehingga mampu menerjamahkan buku bahasa arab ke dalam bahasa melayu.
Pendidikan islam mengalami kemajuan pesat setalah para ulama mengarang buku-buku pelajaran ke islaman menggumakan bahasa melayu, seperti karya-karya Hamzah Fanzuri, Nuruddin al-raniri, Abd. Rauf Singkel di aceh. Hal ini terjadi setelah banyak orang-orang indonesia belajar ke negeri arab dan menjadi ulam terkenal setelah kembali ke  negeri asalnya.
Di Minangkabau lembaga pendidikan disebut surau. Surau sebelum islam berfungsi sebagai tempat menginap anak-anak bujang. Setelah islam datang surau dipergunakan tempat shalat, pengajaran, dan pengembangan islam, seperti balajar membaca alquran. Dengan kata lain, surau berfungsi semacamam sebuah masjid berukuran kecil karena tidak digunakan untuk shalat jumat.
Yang mulai melakukan islamisasi surau adalah syaikh Burhanuddin (1641-1691) setelah kembali menuntut ilmu keislaman kepada Abd. Rauf Singkel di kutaraja Aceh. Burhanuddin kembali ke kampung halamnnya di Ulakan-Pariaman, mendirikan surau untuk mendidik kader-kader ulama yang akan melakukan pengembangan Islam selanjutnya di Minangkabau. Surau inilah cikal bakal lembaga pendidikan islam yang lebih teratur di masa berikutnya. Murid-muridnya kemudian kembali ke tempat masing-masing, mendirikan surau-surau sambi melakukan perbaikan dan pengembangan.
Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren. Sebagaimana di aceh (dayah atau rangkan), di Minangkabau (surau), nama lembaga pendidikan pesatren tidak berasal dari tradisi timur tengah tetapi dari nama lembaga sebelum islam. “pesantren” berasal dari bahasa tamil santri yang berarti guru ngaji.  Sementara itu C.C. Berg berpendapat bahwa “pesantren” berasal dari kata india shastri, berarti orang yang mengetahui buku-buku suci agama hindu.
Di Jawa sebelum islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai lembaga pendidikan gama hindu. Setelah islam masuk, nama itu menjadi nama lembaga pendidikan agama islam. Lembaga pendidikan agama islam ini didirikan oleh para penyiar agama islam pertama yang aktif menjalankan dakwah. Mereka masuk kedaerah pedalaman Jawa berhasil mendirikan lembaga. Dari lembaga pendidikan inilah menyebar agama Islam ke berbagai pelosok Jawa dan wilayah Indonesia bagian timur. Oleh karena itu, di Jawa sudah ada lembaga pendidikan sejak abad ke-15 dan ke-16. 
Menurut sumber lokal, lembaga pendidikan Islam pertama di Jawa adalah pesantren giri dan pesantren gresik di Jawa Timur. Pesantren Gresik didirikan Maulana Malik Ibrahin yang mendidik mubaliq-mubalig yang nantinya menyiarkan agama islam keseluruh Jawa. Sedangkan pesantren Giri didirikan oleh sunang giri sekembalinya menuntut ilmu keislaman di Malaka. Sunan Giri (Raden Paku) pada tahun 1485 menetap di giri sebagai kiai besar dengan gelar prabu (raja) satmata. Ia membangun istana dan masjid sebagai sebuah kerajaan Islam, sehingga digelari raja ulama. Prabu satmata sebagai  orang pertama yang membangun pusat pendidikan sekaligus pusat berkhalwat. Pesangtren giri ini dikunjungioleh santri-santri setempat, juga para penuntut ilmu dari Maliku, terutama Hitu. Sekembalinya ke maluku mereka menjadi guru agama, khotib, modin, qadi, yang menurut de Graaf mendapat upah dalam bentuk cengkeh.
Di kerajaan Islam Banjar Kalimantan Selatan, lembaga pendidikan Islam pertama dikenal dengan nama langgar. Orang pertama yang mendirikan langgar adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-banjari, seorang ulama banjar yang pernah menuntut ilmu keislaman di Aceh dan Makkah selama bebepa tahun. Sekembalinya ke banjarmasin, ia membuat langgar yang didirikan di pinggiran ibukota kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama kampung dalam pagar.  Langgar di jawa banyak kemiripannya dengan pesantren di Jawa.
Semua ilmu yang diberikan lembaga pendidikan islam di Nusantara ditulis dalam huruf Arab Melayu atau pegon. Dengan huruf ini masyarakat melayu umumnya pandai membaca dan menulis. Pada tahun 1597 orang spanyol pernah menguji orang melayu di Brunai, ternyata dua dari tujuh orang itu dapat menulis dan smuanya  mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri.
Di Sulawesi adalah raja Gowa XIV, Sultan Alauddin yang pertama mendirikan masijid Bontoalo. Masjid ini berfungsi sebagai tempat sholat, juga sebagai pusat pengajian, pendidikan dan pengajaran Islam. Yang bertindak sebagai guru adalah Dato Ri Bandang, seorang ulama asal minangkabau yang pernah menuntut ilmu keagamaan di Giri. Ia di bantu oleh Dato Pattimang dan Dato Ri Tiro yang diduga keduanya dari minangkabau. Selanjutnya mesjid berkembang menjadi pesantren yang masih bertahan sampai sekarang. Dari lembaga pendidikan islam inilah ulama Makassar Syaikh Yusuf al-Makassari mendapat pendidikan dasar keagamaan sebelum melanjutkan ke Aceh selanjutnya ke makkah. Pelajaran yang diberikan di pesantren Bontoalo ini meliputi pi ih, tasawuf, tafsir hadis, balagah, dan mantiq (logika).
Metode pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan keislaman itu adalah serogan dan bandungan. Sorongan adalah sistem pengajaran bersifat individual, biasanya bagi murid pemula. Metode ini digunakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan langgar secara perorangan. Sedangkan metode bandungan (weton atau halaqah) adalah sekelompok santri mendengarkan seorang guru membaca, menerjamahkan, menerangkan, mengulas buku islam dalam bahasa Arab yang sering di sebut “kitab kuning” dengan cepat. Kiai atau syaikhtidak begitu memerhatikan apakah seorang santri menangkap penjelsannya atau tidak. Santri-santri senior biasanya membantu tugas-tugas kiai atau syaikh. Mereka di panggil ustads. Ustad yang banyak pengalaman sering digelari kiai muda. Kiai muda atau ustadz masih mendapat pendidikan dalam kelas yang disebut “kelas musyawarah”. Di kelas ini murid mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk kiai, biasanya kitab klasik berbahasa Arab (semacam diskusi).
Dalam pesantren tidak ada kurikulum, tiap pesantren biasnya punya spesialisasi senddiri sesuai dengan keahlian kiai besarnya. Kiai dalam hal ini memimpin kelas musyawarah, biasanya dilansungkang dengan soal jawab dalam bahasa arab. Di Sumatra dan Kalimantan buku-buku yang dipelajari santri-santri biasanya buku-buku orisinil yang dikarang oleh ulama melayu dalam bahasa melayu, sedangkan di Jawa penekanan diberikan kepada kitab arab klasik yang terkadang diterjemahkan ke dalam bahsa Jawa.
Di Jawa setelah berdirinya kerajaan Demak, pendidikan islam bertambah maju karena telah ada pemerintah yang menyelenggarakannya dan pembesar-pembesar Islam membelanya. Pada tahun 1476 di Bintaro dibentuk organisasi bayankare islah (angkatan pelopor perbaikan) untuk mempergiat usaha pendidikan dan pengajaran islam. Dalam rencana pekerjaanya disebutkan sebagai berikut:
      a.     Tanah Jawa Madura dibagi atas beberapa bagian untuk lapangan pendidikan/pengajaran. Pimpinan pekerjaan ditiap-tiap bagian dikepalai seorang wali dan seorang pembantu
      b.   Supaya mudah dipahami dan diterima masyarakat, didikan dan ajaran islam harus diberikan melalui jalan kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, asal tidak menayalahi hukum syara’.
      c.    Para wali/badal selain harus pandai ilmu agama serta memlihara budi pekerti supaya menjadi suri tauladan bagi masyarakat.
      d.   Di Bintaro segera didirikan masjid agung untuk menjadi sumber ilmu, pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran Islam.
Kebijaksanaan  wali-wali menyiarkan agama islam dengan memasukkan unsur-unsur pendidikan dan pengajaran islam dalam segala cabang kebudayaan sangat memuaskan, sehingga agama islam tersebar keseluruh indonesia.
Biaya pesantren atau pendidikan islam dalam tangkat rendah sampai tingkat tinggi ditanggung oleh masyarakat islam sendiiri, seperti pungutab sakat, srakah (iuran nikah), wakaf, dan palagara (pembayaran suatu hajat penduduk desa). Sementara itu, penghulu, naib dan pegawai-pegawainya, modim kiai anom,kiai sepuh, mendapat penghasilan selain gaji juga tanah sawah (lungguh). Pada masa kerajaan kartasura (± tahun 1700 ada bebrapa pesatren besar dijadikan pendidikan, yaitu diberikan tanah, sawah, dan tempat tinggal sebagai hak milik turun temurun yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Tanah itu disebut Tanah Mutihan. Namun, sayang, tahun 1916-1917 semua perdikan dihapuskan oleh belanda dijadikan tanah gubernemen.

E. Tokoh-tokoh yang Berperan dalam Perkenbangan Studi Islam di Indonesia
                   Penyebaran dan perkembangan kebudayaan islam di Indonesia terutama terletak pada pundak para ulama setelah para pedagang-pedagang dan pelayar. Ada dua cara yang ditempuh oleh para ulama :pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas sebagai bubaligh ke daerah-daerah yang lebih luas.cara ini di praktikkan di lembaga-lambaga pendidikan seperti pesantren islam. Kedua: melalui karya-karya yang tersebar luas dan di baca oleh masyarakat umum di berbagai tempat. Karya-karya ini mencerminkan perkembangan dan ilmu-ilmu agama di indomesia pada saat ini. Ada beberapa ilmuan atau tokoh yang berperan ketika itu yaitu Hamzah Fansuri ,Syamsyudin Al-Sumatrani ,Nuruddin Al-Raniri, Abdul Rauf Singkel, dan lainnya. Ulama-ulama diataslah yang banyak memperkenalkan pemikiran tasawuf, filsafat,dan ilmu kalam.















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Seiring berkembangnya dunia pendidikan, studi keislaman di Indonesia juga semakin menunjukkan eksistensinya. Hal tersebut tak bisa lepas dari peran para wali dan ulama yang gigih berjuang menyebarkan Islam meskipun fasilitas pada zaman mereka masih tergolong tradisional.
            Berbagai cara telah dilakukan oleh para ulama dalam mengajarkan ajaran Islam, diantaranya dengan membuat beberapa sistem pendidikan seperti langgar dan pesantren. Selain melalui kedua sistem tersebut, studi keislaman juga mulai berkembanng dikalangan kerajaan. Hingga saat ini, kita bisa menemukan beribu sekolah Islam tersebar di seluruh nusantara.



















DAFTAR PUSTAKA

Karim, M Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book    Publisher.
Abdulah,Taufik. 1987. Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta:LP3ES

Internet
http://abidmenulis.blogspot.co.id/2012/06/perkembangan-pendidikan-islam-di.html