KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, Dzat yang telah memberi begitu banyak nikmat,
juga yang telah memudahkan setiap langkah kami dalam menyusun makalah berjudul
“Sejarah Studi Islam di Indonesia” ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharap kritik
serta saran dari para pembaca agar ke depannya kami bisa menghasilkan karya
yang lebih baik lagi.
Sleman,
14 Oktober 2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia, negara yang terkenal akan
kekayaan sumber daya alamnya. Tanahnya yang subur hingga mendapat julukan
‘tanah surga’ serta letaknya yang geografis mengundang banyak perhatian negara
lain. Banyak dari mereka yang berdatangan dengan tujuan berbeda-beda. Mulai
dari sekedar berkunjung, hasrat untuk menguasai (menjajah), hingga beberapa
yang membawa ajaran agama baru.
Salah satu agama yang sampai ke
Indonesia adalah Islam. Agama yang lahir dan berkembang di Tanah Arab ini
disebarkan oleh Nabi Muhammad. Agama ini lahir
salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu yang
hidup dalam keadaan moral rendah dan
kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran
nabi-nabi sebelumnya. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan
rendah lainnya merajalela.
Setelah berbagai rintangan dalam
menyiarkan agama dapat teratasi, akhirnya Islampun dapat menyebar hingga
berbagai belahan dunia bersamaan dengan mulai berkembangnya ilmu pengetahuan.
Hal ini menyebabkan banyak ilmuan yang memulai kajian tentang keislaman (studi
keislaman).
Istilah Studi Islam dalam bahasa
Inggris adalah Islamic Studies, dan
dalam bahasa Arab adalah Dirasat
al-Islamiyah. Ditinjau dari sisi pengertian, Studi Islam secra sederhana
dimaknai sebagai “kajian islam”. Pengrtian Studi Islam sebagai kajian islam
sesungguhnya memiliki cakupan makna dan penertian yang luas.Hal ini wajar
adanya sebab sebuah istilah akan memiliki makna tergantung kepada mereka yang
menafsirkannya.Karena penafsir memiliki latar belakang yang berbeda satu sama
lainnya, baik latar belakang studi, bidang keilmuan, pengalaman, maupun
berbagai perbedaan lainnya, maka rumusan dan pemaknaan yang dihasilkannyapun
juga akan berbeda.
Selain
itu, kata Studi Islam sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu kata studi
dan kata Islam. Kata studi memiliki berbagai pengertian.Rumusan Lester
Crow dan Alice Crow menyebutkan bahwa studi adalah kegiatan yang secara sengaja
diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang
lebih besar, atau meningkatkan suatu ketrampilan.
Sementara
kata Islam sendiri memiliki arti dan makna yang jauh lebih kompleks. Kata Islam
berasal dari kata Aslama yang bararti patuh dan berserah diri. Kata ini berakar
pada kata silm yang berarti selamat,
sejahtera, dan damai.
Adapun
pengertian Islam secara terminologis sebagaimana yang dirumuskan para ahli
ulama dan cendikiawan bersifat sangat beragam tergantung dari sudut pandang
yang digunakan. Salah satu rumusan definisi Islam adalah wahyu Allah yang
disampaikan kepada nabi Muhammad Saw.
Sedangkan
Studi Islam di negara barat dikenal dengan istilah Islamic Studies, secara sederhana dapat dikatakan sebagai usaha
untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama islam. Usaha
mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan
oleh kalangan umat islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang
diluar kalangan umat islam.
Studi keislaman
di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasinya
dengan yang dilakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam. Dikalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta
membahas ajaran-ajaran islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya
dengan benar. Sedangkan diluar kalangan umat islam, studi keislaman bertujuan untuk
mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik agama yang berlaku dikalangan
umat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan. Namun sebagaimana halnya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik
keagamaan Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu, baik yang bersifat positif maupun negatif.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam ke
Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan studi Islam di Indonesia?
3. Siapa saja tokoh yang terlibat dalam
pekembangan studi Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah masuknya Islam ke
Indonesia.
2. Memahami proses berkembangnya studi Islam
di Indonesia
3. Mengenal tokoh-tokoh yang terlibat dalam
pekembangan studi Islam di Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Sejak Islam muncul di Tanah Arab
bererapa abad lalu, perkembangannyapun mulai menyebar hingga berbagai belahan dunia.
Ajarannya berupa akhlak dan akidah mudah dimengerti oleh masyarakat yang pada
umumnya menginginkan adanya perubahan moral manusia.
Ketika Indonesia mulai dikenal
dunia, orang-orang dari negara lainpun berdatangan dengan tujuan yang bermacam.
Dari sinilah kemudian Islam mulai berkembang dikalangan masyarakat pribumi. Ada
beberapa factor yang menyebabkan cepatnya perkembangan Islam di Indonesia,
diantaranya:
a.
Ajaran Islam yang menurut masyarakat Indonesia adalah ajaran yang mudah, luwes,
dan tidak memberatkan.
b.
Sikap masyarakat Indonesia yang ramah, sehingga mereka cepat beradaptasi dengan ajaran yang baru mereka
dapat.
Sejarah mengatakan, bahwa kaum
pedagang memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam. Letak
Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya bandarbandar perdagangan yang
turut membantu mempercepat persebaran tersebut. Di samping itu, cara lain yang
turut berperan ialah melalui dakwah yang dilakukan oleh para ulama dan
mubaligh.
a.
Peranan Kaum Pedagang
Seperti halnya penyebaran agama Hindu-Buddha, kaum pedagang
memegang peranan penting dalam proses
penyebaran agama Islam, baik pedagang dari luar Indonesia maupun para
pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
pedagang Indonesia. Para pedagang itu datang dan berdagang di pusat-pusat perdagangan di daerah pesisir. Malaka merupakan pusat transit para pedagang. Di samping itu, bandar-bandar di sekitar Malaka seperti Perlak dan Samudra Pasai juga didatangi para pedagang.
Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang lama,
untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah, terjadi
pembauran antarpedagang dari berbagai bangsa serta antara pedagang dan penduduk
setempat. Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya
bahkan agama. Bukan hanya melakukan perdagangan, bahkan juga terjadi asimilasi
melalui perkawinan
.
Di antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia,
dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Mereka mengenalkan agama dan budaya
Islam kepada para pedagang lain maupun kepada penduduk setempat. Maka, mulailah
ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam. Lama-kelamaan penganut agama
Islam makin banyak. Bahkan kemudian berkembang perkampungan para pedagang Islam
di daerah pesisir.
b.
Peranan Bandar-bandar di Indonesia
Bandar merupakan tempat berlabuh
kapal-kapal atau persinggahan kapal-kapal dagang. Bandar juga merupakan pusat
perdagangan, bahkan juga digunakan sebagai tempat tinggal para pengusaha
perkapalan. Sebagai negara kepulauan yang terletak pada jalur perdagangan
internasional, Indonesia memiliki banyak bandar. Bandar-bandar ini memiliki
peranan dan arti yang penting dalam proses masuknya Islam ke Indonesia.
Di
bandar-bandar inilah para pedagang beragama Islam memperkenalkan Islam kepada
para pedagang lain ataupun kepada penduduk setempat. Dengan demikian, bandar
menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Kalau kita
lihat letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada umunya terletak
di pesisir-pesisir dan muara sungai.
Dalam
perkembangannya, bandar-bandar tersebut umumnya tumbuh menjadi kota bahkan ada
yang menjadi kerajaan, seperti Perlak, Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda
Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan
Tidore. Banyak pemimpin bandar yang memeluk agama Islam. Akibatnya, rakyatnya
pun kemudian banyak memeluk agama Islam.
c. Peranan
Para Wali dan Ulama
Salah satu cara penyebaran agama
Islam ialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang
Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang
bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini
berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan
menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu
menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya.
Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai
sarana pendidikan Islam.
B.
Waktu Masuknya Islam di Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia
menimbulkan berbagai teori. Meski terdapat beberapa pendapat mengenai
kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli sejarah cenderung percaya
bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita Cina zaman
Dinasti Tang. Berita itu mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman
pedagang muslim dari Arab di Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara.
Abad
ke-13 Masehi lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya
kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Pendapat ini berdasarkan catatan
perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di Perlak pada
tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.
Bukti yang turut memperkuat pendapat ialah ditemukannya nisan makam
Raja Samudra Pasai, Sultan Malik al-Saleh yang berangka tahun 1297.
Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di
Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini menyangkut strategisnya letak Perlak,
yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional dari barat
ke timur. Berikutnya ialah Kerajaan Samudra Pasai.
Di Jawa, Islam masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai
dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada
tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik.
Dilihat dari namanya, diperkirakan Fatimah adalah keturunan Hibatullah, salah
satu dinasti di Persia. Di samping itu, di Gresik juga ditemukan makam Malik
Ibrahim dari Kasyan (satu tempat di Persia) yang meninggal pada tahun 822 H
atau 1419 M. Agak ke pedalaman, di Mojokerto juga ditemukan ratusan kubur Islam
kuno. Makam tertua berangka tahun 1374 M. Diperkirakan makam-makam ini ialah
makam keluarga istana Majapahit.
Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak
yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad
ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman
Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340
Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan
berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun
Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa
oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang
dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui
Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari
Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki
Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.
. Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja
dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada
Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah
Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603.
Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban,
Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. Di Maluku, Islam masuk melalui bagian
utara, yakni Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo. Diperkirakan Islam di daerah
ini disiarkan oleh ulama dari Irak,
yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh Yakub pada abad ke-8.
Azyumardi Azra berpendapat bahwa ada empat tema pokok yang
berkaitan dengan permulaan penyebaran Islam di nusantara. Pertama, Islam dibawa
langsung oleh Arab. Kedua, Islam diperkenalkan oleh para guru dan penyiar
professional. Ketiga, pihak yang mula-mula masuk Islam adalah penguasa. Dan
keempat, mayoritas penyebar Islam professional ini datang ke nusantara pada
abad ke-12 dan 13.
C.
Sejarah Perkembangan Studi Islam di Indonesia
Studi Islam di Indonesia dimulai
dari munculnya lembaga-lembaga serta sistem pendidikan Islam seperti sistem
pendidikan langgar, sistem pendidikan pesantren, kemudian berkembang menjadi
sistem pendidikan kerajaan hingga akhirnya
tercetuslah sistem kelas.
Maksud
pendidikan dengan sistem langgar adalah pendidikan yang dijalankan di langgar,
surau, masjid atau di rumah guru. Kurikulumnya pun bersifat elementer, yakni
mempelajari abjad huruf arab. Dengan sistem ini dikelola oleh ‘alim, mudin,
lebai. Mereka ini umumnya berfungsi sebagai guru agama atau sekaligus menjadi
tukang baca do’a. pengajaran dengan sistem langgar ini dilakukan dengan dua
cara. Pertama, dengan sorongan, yakni seorang murid berhadapan secara langsung
dengan guru dan bersifat perorangan. Kedua, adalah dengan cara halaqah, yakni
guru dikelilingi oleh murid-murid.
Adapun sistem pendidikan di pesantren, dimana seorang kyai
mengajari santri dengan sarana masjid sebagai tempat pengajaran / pendidikan
dan didukung oleh pondok sebagai tempat tinggal santri. Di pesantren juga
berjalan dua cara yakni sorongan dan halaqah. Hanya saja sorongan di pesantren
biasanya dengan cara si santri yang membaca kitab sementara kyai mendengar
sekaligus mengoreksi jika ada kesalahan.
Sistem pengajaran
berikutnya adalah pendidikan dikerajaan-kerajaan Islam, yang dimulai dari
kerajaan Samudera Pasai di Aceh. Adapun materi yang diajarkan di majlis
ta’limdan halaqah di kerajaan pasai adalah fiqh mazhab asy-Syafi’i.
Pada akhir abad
ke-19 mulai lahir sekolah model Belanda: sekolah Eropa, sekolah Vernahuler.
Sekolah Eropa khusus bagi warga Eropa
sedangkan Sekolah Vernahuler adalah sekolah khusus bagi warga negara Belanda.
Di samping itu ada sekolah pribumi yang mempunyai sistem yang sama dengan
sekolah-sekolah Belanda tersebut, seperti sekolah Taman Siswa.
Kemudian, pada dasawarsa
kedua abad ke-20 muncul madrasah-madrasah dan sekolah-sekolah model Belanda
oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah, NU, Jama’at al-Khair, dan
lain-lain. Dan tepatnya pada
tahun 1906 organisasi-organisasi tersebut mendirikan beberapa tempet belajar
seperti mamba'ul ulum yang didirikan pada 1906 oleh susuhunan pakubuwono,
sekolah adabiyah pada 1907 oleh Abdullah ahmad dan lainnya.
Pada level perguruan tinggi dapat digambarkan bahwa berdirinya
perguruan tinggi Islam tidak dapat dilepaskan dari adanya keinginan umat Islam
Indonesia untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi Islam sejak zaman kolonial.
Pada bulan April 1945 diadakan pertemuan antara berbagai tokoh organisasi
Islam, ulama, dan cendekiawan. Setelah persiapan cukup, pada tanggal 8 Juli
1945 atau tanggal 27 Rajab 1364 H bertepatan dengan Isra’ dan Mi’raj diadakan
acara pembukaan resmi Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Dari sinilah
sekarang kita mengenal UII, IAIN, UIN, STAIN, dsb.
D. Pendidikan pada Zaman Kerajaan
Dilaporkan oleh ibnu batutah dalam bukunya Rihlah Ibn Batutah bahwa ketika ia
berkunjung ke samudra pasai pada tahun 1354 ia mengikuti raja mengadakan
halaqah setelah shalat ju’mat sampai waktu ashar. Dari keterangan itu diduga
kerajaan samudra pasai ketika itu sudah merupakan pusat agama islam dan tempat
berkumpul ulama-ulama dari bebagai negara islam untuk berdikusi tentang
masalah-masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus.
Dengan demikian, samudra
pasai merupakan tempat studi islam yang paling tua yang dilakukan oleh
sebuahkerajaan. Sementara itu, untuk luar kerajaan, halaqah ajaran islam diduga
sudah dilakuakan di koloni-koloni tempat pedagang islam berdatangan di pelabuhan-pelabuhan.
Proses halaqah ajaran islam yang dilakukan oleh kerajaan islam diduga dilakukan
di mesjid istana bagi anak-anak pembesar negara, di masjid-masjid lain, mengaji
di rumah\-rumah guru dan surau-surau untuk masyarakat umum. Dari halaqah semacam
itu nanti berkembang menjadi lembaga pendidikan islam.
Setelah kerajaan samudra pasai mundur dalam bidang politik, tradisi
pendidikan agama Islam terus berlanjut. Samudra pasai terus berfungsi sebagai
pusat studi islam di asia tenggara, walaupun scara politik tidak berpengaruh
lagi. Ketika kerajaan islam malaka muncul menjadi pusat kegiatan politik,
malaka berkembang juga menjadi pusat studi islam tidak berkurang, bahkan
kadang-kadang masalah yang tidak dapat dipecahkan oleh ulama malaka selain sebagai
pusat politik islam, juga giat melaksanakan pengajian dan pendidikan islam.
Belum didapatkan data bagaimana pendidikan Islam dilangsungkan. Besar
kemungkinan, sebagaimana di samudra pasai, pendidikan islam dilangsungkan di
mesjid isatana bagi keluarga pembesar, di mesjid-mesjid, di rumah-rumah, serta
surau-surau bagi masyarkat umum.
Istana juga berfungsi sebagai tempat mudzakarah masalah-masalah ilmu
pengetahuan dan sebagai perpustakaan, juga berfungsi sebagai pusat penerjamahan
dan penyalinan kitab-kitab, terutama kitab-kitab keislaman. Mata pelajaran yang
diberiakan di lembaga-lembaga pendidikan islam dibagi menjadi dua tingkatan:
a.
Tingkat dasar terdiri atas pelajaran membaca, menulis, bahasa arab,
pengajian alquran, dan ibadah praktis;
b.
Tingkat yang lebih tinggi dengan materi-materi ilmu fiqih, tasawuf, ilmu kalam,
dan lain sebagainya.
Banyak ulama mancanegara datang ke Malaka dari afganistan, Malabar,
Hindustan, terutama dari arab untuk mengambil peran dalam penyiaran dan pendidikan
agama islam. Ulama itu biasanya diberi kedudukan tinggi dalam kerajaan. Para
penuntut ilmu berdatangan dari berbagai negara Asia Tenggara. Dari jawa, Sunang
Bonang dan Sunang Giri pernah menuntut ilmu ke malaka setelah selesai menjalani
pendidikan agama, mereka mendirikan tempat pendidikan islam di tempat
masing-masing.
Di kerajaan Aceh Darussalam, Sultan Iskandar Muda juga sangat
memerhatikan pengembangan agama dengan mendirikan masjid-masjid seperti masjid
Bait al-Rahman di banda aceh dan pusat-pusat pendidikan islam yang disebut
dayah. Sultan mengambil ulama sebagai penasihatnya, yang terkenal di antaranya
adalah samsuddin al-sumatrani. Tradisi ini dlanjutkan oleh sultan-sultan
selanjutnya, sehingga di aceh terdapat ulama-ulama terkenal yang sangat berjasa
menyebarkan ilmu pengetahuan islam di Asia tenggara.
Para ulama besar ini banyak berjasa mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan islam seperti dayah berkembang menjadi semacam perguruan tinggi.
Nuruddin al-Raniri dan Abd. Rauf Singkel dan ulama-ulama yang mengajar
dilembaga pendidikan ini. Para penuntut ilmu yang datang dari luar aceh belajar
kepada mereka seperti syeikh buhanuddin yang berasal dari Ulakan Pariaman
Minangkabau. Setelah tamat ia pulang dan mendirikan lembaga pendidikan islam
yang disebut surau. Kemajuan pesat lembaga pendidikan di Aceh ini telah
menyebabkan orang menjulukinya sebagai “serambi Makkah”. Murid dari kerajaan lain belajar kepada guru
ngajinya masing-masing, kemudian meningkat belajar lebih tinggi di aceh,
sesudah itu ke Makkah.
Samudra Pasai, Malaka, dan aceh merupakan pusat-pusat pendidikan
dan pengajaran agama islam. Dari sinilah ajaran-ajaran Islam tersebar ke
seluruh pelosok Nusantara melalui karya-karya ulamanya serta murid-murid yang
menuntut ilmu ke sana, sebagai mana dengan Giri di jawa timur terhadap
daerah-daerah indonesia bagian timur. Karya-karya sastra dan keagamaan segera
berkembang di kerajaan-kerajaan islam. Tema dan isi karya-karya itu sering
mirip antara satu dengan yang lain.. Tema dan isi karya-karya itu sering mirip
antara satu dengan yang lain. Kerjaan-kerajaan itu telah merintis terwujudnya
idiom kultural yang yaitu islam. Hal ini menjadi pendorong menjadi pendorong
terjadinya interakasi budaya yang makin erat.
Sistem pengajaran bagi setiap umat Islam, sebagaimana di
negeri-negeri Muslim, adalah pengajian alquran. Pada tahap awal lapal bacaan
bahasa arab (huruf-huruf hijaiah), sesudah itu menghapal surat-surat pendek
(juz’amma) beserta tajwidnya yang diperlukan untuk shalat.
Pelajaran lebih lanjut berkenaan dengan persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan hukum islam (fiqih) dan tasawuf. Yang memberi pelajaran lebih lanjut
diberikan oleh seorang ulama besar terutama yang pernah belajar ke Makkah.
Setelah seorang murid dikenalkan dengan beberapa buku pedoman yang
bersifat elementer, pada tingkatan lebih lanjut segera diajarkan buku pegangan
yang lebih besar. Buku-buu besar itu dibaca kalimat demi kalimat dibawah
bimbingan guru: guru membaca satu-dua kalimat dalam bahasa arab, sesudah itu
guru menerjamahkan kebahasa melayu ditirukan oleh murid-murid. Murid-murid yang
rajin akhirnya memeroleh kemahiran, sehingga mampu menerjamahkan buku bahasa
arab ke dalam bahasa melayu.
Pendidikan islam mengalami kemajuan pesat setalah para ulama
mengarang buku-buku pelajaran ke islaman menggumakan bahasa melayu, seperti
karya-karya Hamzah Fanzuri, Nuruddin al-raniri, Abd. Rauf Singkel di aceh. Hal
ini terjadi setelah banyak orang-orang indonesia belajar ke negeri arab dan
menjadi ulam terkenal setelah kembali ke negeri asalnya.
Di Minangkabau lembaga pendidikan disebut surau. Surau sebelum
islam berfungsi sebagai tempat menginap anak-anak bujang. Setelah islam datang
surau dipergunakan tempat shalat, pengajaran, dan pengembangan islam, seperti
balajar membaca alquran. Dengan kata lain, surau berfungsi semacamam sebuah
masjid berukuran kecil karena tidak digunakan untuk shalat jumat.
Yang mulai melakukan islamisasi surau adalah syaikh Burhanuddin
(1641-1691) setelah kembali menuntut ilmu keislaman kepada Abd. Rauf Singkel di
kutaraja Aceh. Burhanuddin kembali ke kampung halamnnya di Ulakan-Pariaman,
mendirikan surau untuk mendidik kader-kader ulama yang akan melakukan
pengembangan Islam selanjutnya di Minangkabau. Surau inilah cikal bakal lembaga
pendidikan islam yang lebih teratur di masa berikutnya. Murid-muridnya kemudian
kembali ke tempat masing-masing, mendirikan surau-surau sambi melakukan
perbaikan dan pengembangan.
Di Jawa lembaga pendidikan islam disebut pesantren. Sebagaimana di
aceh (dayah atau rangkan), di Minangkabau (surau), nama lembaga pendidikan
pesatren tidak berasal dari tradisi timur tengah tetapi dari nama lembaga
sebelum islam. “pesantren” berasal dari bahasa tamil santri yang berarti guru
ngaji. Sementara itu C.C. Berg
berpendapat bahwa “pesantren” berasal dari kata india shastri, berarti orang
yang mengetahui buku-buku suci agama hindu.
Di Jawa sebelum islam datang, pesantren sudah dikenal sebagai
lembaga pendidikan gama hindu. Setelah islam masuk, nama itu menjadi nama
lembaga pendidikan agama islam. Lembaga pendidikan agama islam ini didirikan
oleh para penyiar agama islam pertama yang aktif menjalankan dakwah. Mereka
masuk kedaerah pedalaman Jawa berhasil mendirikan lembaga. Dari lembaga
pendidikan inilah menyebar agama Islam ke berbagai pelosok Jawa dan wilayah
Indonesia bagian timur. Oleh karena itu, di Jawa sudah ada lembaga pendidikan
sejak abad ke-15 dan ke-16.
Menurut sumber lokal, lembaga pendidikan Islam pertama di Jawa
adalah pesantren giri dan pesantren gresik di Jawa Timur. Pesantren Gresik
didirikan Maulana Malik Ibrahin yang mendidik mubaliq-mubalig yang nantinya
menyiarkan agama islam keseluruh Jawa. Sedangkan pesantren Giri didirikan oleh
sunang giri sekembalinya menuntut ilmu keislaman di Malaka. Sunan Giri (Raden
Paku) pada tahun 1485 menetap di giri sebagai kiai besar dengan gelar prabu
(raja) satmata. Ia membangun istana dan masjid sebagai sebuah kerajaan Islam,
sehingga digelari raja ulama. Prabu satmata sebagai orang pertama yang
membangun pusat pendidikan sekaligus pusat berkhalwat.
Pesangtren giri ini dikunjungioleh santri-santri setempat, juga para penuntut
ilmu dari Maliku, terutama Hitu. Sekembalinya ke maluku mereka menjadi guru agama, khotib,
modin, qadi, yang menurut de Graaf mendapat upah dalam bentuk cengkeh.
Di kerajaan Islam Banjar Kalimantan Selatan, lembaga pendidikan
Islam pertama dikenal dengan nama langgar. Orang pertama yang mendirikan
langgar adalah Syaikh Muhammad Arsyad al-banjari, seorang ulama banjar yang
pernah menuntut ilmu keislaman di Aceh dan Makkah selama bebepa tahun.
Sekembalinya ke banjarmasin, ia membuat langgar yang didirikan di pinggiran
ibukota kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama kampung dalam pagar. Langgar di jawa banyak kemiripannya dengan
pesantren di Jawa.
Semua ilmu yang diberikan lembaga pendidikan islam di Nusantara
ditulis dalam huruf Arab Melayu atau pegon. Dengan huruf ini masyarakat melayu
umumnya pandai membaca dan menulis. Pada tahun 1597 orang spanyol pernah
menguji orang melayu di Brunai, ternyata dua dari tujuh orang itu dapat menulis
dan smuanya mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri.
Di Sulawesi adalah raja Gowa XIV, Sultan Alauddin yang pertama
mendirikan masijid Bontoalo. Masjid ini berfungsi sebagai tempat sholat, juga
sebagai pusat pengajian, pendidikan dan pengajaran Islam. Yang bertindak
sebagai guru adalah Dato Ri Bandang, seorang ulama asal minangkabau yang pernah
menuntut ilmu keagamaan di Giri. Ia di bantu oleh Dato Pattimang dan Dato Ri
Tiro yang diduga keduanya dari minangkabau. Selanjutnya mesjid berkembang
menjadi pesantren yang masih bertahan sampai sekarang. Dari lembaga pendidikan
islam inilah ulama Makassar Syaikh Yusuf al-Makassari mendapat pendidikan dasar
keagamaan sebelum melanjutkan ke Aceh selanjutnya ke makkah. Pelajaran yang
diberikan di pesantren Bontoalo ini meliputi pi ih, tasawuf, tafsir hadis,
balagah, dan mantiq (logika).
Metode pengajaran di lembaga-lembaga pendidikan keislaman itu
adalah serogan dan bandungan. Sorongan adalah sistem pengajaran bersifat
individual, biasanya bagi murid pemula. Metode ini digunakan di rumah-rumah,
masjid-masjid, dan langgar secara perorangan. Sedangkan metode bandungan (weton
atau halaqah) adalah sekelompok santri mendengarkan seorang guru membaca,
menerjamahkan, menerangkan, mengulas buku islam dalam bahasa Arab yang sering
di sebut “kitab kuning” dengan cepat. Kiai atau syaikhtidak begitu memerhatikan
apakah seorang santri menangkap penjelsannya atau tidak. Santri-santri senior
biasanya membantu tugas-tugas kiai atau syaikh. Mereka di panggil ustads. Ustad
yang banyak pengalaman sering digelari kiai muda. Kiai muda atau ustadz masih
mendapat pendidikan dalam kelas yang disebut “kelas musyawarah”. Di kelas ini
murid mempelajari sendiri kitab-kitab yang ditunjuk kiai, biasanya kitab klasik
berbahasa Arab (semacam diskusi).
Dalam pesantren tidak ada kurikulum, tiap pesantren biasnya punya
spesialisasi senddiri sesuai dengan keahlian kiai besarnya. Kiai dalam hal ini
memimpin kelas musyawarah, biasanya dilansungkang dengan soal jawab dalam
bahasa arab. Di Sumatra dan Kalimantan buku-buku yang dipelajari santri-santri
biasanya buku-buku orisinil yang dikarang oleh ulama melayu dalam bahasa
melayu, sedangkan di Jawa penekanan diberikan kepada kitab arab klasik yang
terkadang diterjemahkan ke dalam bahsa Jawa.
Di Jawa setelah berdirinya kerajaan Demak, pendidikan islam
bertambah maju karena telah ada pemerintah yang menyelenggarakannya dan
pembesar-pembesar Islam membelanya. Pada tahun 1476 di Bintaro dibentuk
organisasi bayankare islah (angkatan pelopor perbaikan) untuk mempergiat usaha
pendidikan dan pengajaran islam. Dalam rencana pekerjaanya disebutkan sebagai
berikut:
a.
Tanah Jawa Madura dibagi atas beberapa bagian untuk lapangan
pendidikan/pengajaran. Pimpinan pekerjaan ditiap-tiap bagian dikepalai seorang
wali dan seorang pembantu
b. Supaya
mudah dipahami dan diterima masyarakat, didikan dan ajaran islam harus
diberikan melalui jalan kebudayaan yang hidup dalam masyarakat, asal tidak
menayalahi hukum syara’.
c.
Para wali/badal selain harus pandai ilmu agama serta
memlihara budi pekerti supaya menjadi suri tauladan bagi masyarakat.
d. Di
Bintaro segera didirikan masjid agung untuk menjadi sumber ilmu, pusat kegiatan
pendidikan dan pengajaran Islam.
Kebijaksanaan wali-wali menyiarkan agama islam dengan
memasukkan unsur-unsur pendidikan dan pengajaran islam dalam segala cabang
kebudayaan sangat memuaskan, sehingga agama islam tersebar keseluruh indonesia.
Biaya pesantren atau pendidikan islam dalam tangkat rendah sampai tingkat
tinggi ditanggung oleh masyarakat islam sendiiri, seperti pungutab sakat,
srakah (iuran nikah), wakaf, dan palagara (pembayaran suatu hajat penduduk
desa). Sementara itu, penghulu, naib dan pegawai-pegawainya, modim kiai
anom,kiai sepuh, mendapat penghasilan selain gaji juga tanah sawah (lungguh).
Pada masa kerajaan kartasura (± tahun 1700 ada bebrapa pesatren besar dijadikan
pendidikan, yaitu diberikan tanah, sawah, dan tempat tinggal sebagai hak milik
turun temurun yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak. Tanah itu disebut
Tanah Mutihan. Namun, sayang, tahun 1916-1917 semua perdikan dihapuskan oleh
belanda dijadikan tanah gubernemen.
E.
Tokoh-tokoh yang Berperan dalam Perkenbangan Studi Islam di Indonesia
Penyebaran dan
perkembangan kebudayaan islam di Indonesia terutama terletak pada pundak para
ulama setelah para pedagang-pedagang dan pelayar. Ada dua cara yang ditempuh
oleh para ulama :pertama, membentuk kader-kader ulama yang akan bertugas
sebagai bubaligh ke daerah-daerah yang lebih luas.cara ini di praktikkan di
lembaga-lambaga pendidikan seperti pesantren islam. Kedua: melalui karya-karya
yang tersebar luas dan di baca oleh masyarakat umum di berbagai tempat.
Karya-karya ini mencerminkan perkembangan dan ilmu-ilmu agama di indomesia pada
saat ini. Ada beberapa ilmuan atau tokoh yang berperan ketika itu yaitu Hamzah
Fansuri ,Syamsyudin Al-Sumatrani ,Nuruddin Al-Raniri, Abdul Rauf Singkel, dan
lainnya. Ulama-ulama diataslah yang banyak memperkenalkan pemikiran tasawuf, filsafat,dan
ilmu kalam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seiring
berkembangnya dunia pendidikan, studi keislaman di Indonesia juga semakin
menunjukkan eksistensinya. Hal tersebut tak bisa lepas dari peran para wali dan
ulama yang gigih berjuang menyebarkan Islam meskipun fasilitas pada zaman
mereka masih tergolong tradisional.
Berbagai
cara telah dilakukan oleh para ulama dalam mengajarkan ajaran Islam,
diantaranya dengan membuat beberapa sistem pendidikan seperti langgar dan
pesantren. Selain melalui kedua sistem tersebut, studi keislaman juga mulai
berkembanng dikalangan kerajaan. Hingga saat ini, kita bisa menemukan beribu
sekolah Islam tersebar di seluruh nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Karim, M Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban
Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Abdulah,Taufik.
1987. Pantulan Sejarah Indonesia. Jakarta:LP3ES
Internet
http://abidmenulis.blogspot.co.id/2012/06/perkembangan-pendidikan-islam-di.html